Selasa, 04 Juni 2013

teori kogintif piaget

Much of your teaching depends on cognitive abilities -- sharing information with your students and looking for signs that the information is understood. As a result, you should understand cognitive stages.
Child psychologist Jean Piaget described the mechanism by which the mind processes new information. He said that a person understands whatever information fits into his established view of the world. When information does not fit, the person must reexamine and adjust his thinking to accommodate the new information. Piaget described four stages of cognitive development and relates them to a person's ability to understand and assimilate new information.
  1. Sensorimotor: (birth to about age 2)
During this stage, the child learns about himself and his environment through motor and reflex actions. Thought derives from sensation and movement. The child learns that he is separate from his environment and that aspects of his environment -- his parents or favorite toy -- continue to exist even though they may be outside the reach of his senses. Teaching for a child in this stage should be geared to the sensorimotor system. You can modify behavior by using the senses: a frown, a stern or soothing voice -- all serve as appropriate techniques.
  1. Preoperational: (begins about the time the child starts to talk to about age 7)
Applying his new knowledge of language, the child begins to use symbols to represent objects. Early in this stage he also personifies objects. He is now better able to think about things and events that aren't immediately present. Oriented to the present, the child has difficulty conceptualizing time. His thinking is influenced by fantasy -- the way he'd like things to be -- and he assumes that others see situations from his viewpoint. He takes in information and then changes it in his mind to fit his ideas. Teaching must take into account the child's vivid fantasies and undeveloped sense of time. Using neutral words, body outlines and equipment a child can touch gives him an active role in learning.
  1. Concrete: (about first grade to early adolescence)
During this stage, accommodation increases. The child develops an ability to think abstractly and to make rational judgements about concrete or observable phenomena, which in the past he needed to manipulate physically to understand. In teaching this child, giving him the opportunity to ask questions and to explain things back to you allows him to mentally manipulate information.
  1. Formal Operations: (adolescence)
This stage brings cognition to its final form. This person no longer requires concrete objects to make rational judgements. At his point, he is capable of hypothetical and deductive reasoning. Teaching for the adolescent may be wideranging because he'll be able to consider many possibilities from several perspectives.


dari Pasien Pengajaran, Loose Leaf Perpustakaan
Springhouse Corporation (1990)


Banyak dari pengajaran Anda tergantung pada kemampuan kognitif - berbagi informasi dengan siswa Anda dan mencari tanda-tanda bahwa informasi tersebut dipahami. Sebagai hasilnya, Anda harus memahami tahap kognitif.
Psikolog anak Jean Piaget dibahas mekanisme dimana pikiran memproses informasi baru. Dia mengatakan bahwa seseorang memahami informasi apa pun yang cocok dengan pandangan didirikan nya dunia. Ketika informasi tidak sesuai, orang harus menguji kembali dan menyesuaikan pemikirannya untuk mengakomodasi informasi baru. Piaget menggambarkan empat tahap perkembangan kognitif dan berhubungan mereka untuk kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap informasi baru.


Sensorimotor: (melahirkan sekitar umur 2)
Selama tahap ini, anak belajar tentang dirinya dan lingkungannya melalui tindakan motor dan refleks. Pemikiran berasal dari sensasi dan gerakan. Anak belajar bahwa ia terpisah dari lingkungannya dan aspek lingkungannya - orang tuanya atau mainan favorit - terus eksis meskipun mereka mungkin berada diluar jangkauan indranya. Pengajaran untuk anak dalam tahap ini harus diarahkan ke sistem sensorimotor. Anda dapat memodifikasi perilaku dengan menggunakan indra: mengerutkan kening, suara keras atau menenangkan - semua melayani sebagai teknik yang tepat.



Praoperasional: (dimulai sekitar pada saat anak mulai bicara tentang usia 7)
Menerapkan pengetahuan baru tentang bahasa, anak mulai menggunakan simbol untuk mewakili objek. Pada awal tahap ini ia juga melambangkan obyek. Dia sekarang lebih mampu berpikir tentang hal-hal dan peristiwa yang tidak segera hadir. Berorientasi hingga saat ini, anak mengalami kesulitan konseptualisasi waktu. pemikiran-Nya dipengaruhi oleh fantasi - cara ia ingin hal yang harus - dan ia menganggap bahwa orang lain melihat situasi dari sudut pandangnya. Dia mengambil informasi dan kemudian mengubahnya dalam pikirannya agar sesuai dengan ide-idenya. Pengajaran harus memperhitungkan fantasi hidup anak dan rasa waktu yang belum dikembangkan. Menggunakan kata-kata netral, tubuh menguraikan dan peralatan seorang anak bisa menyentuh memberinya peran aktif dalam belajar.


Beton: (sekitar kelas satu untuk remaja awal)
Selama tahap ini, meningkat akomodasi. Anak mengembangkan kemampuan berpikir secara abstrak dan untuk membuat penilaian rasional tentang fenomena beton atau diamati, yang di masa lalu yang ia butuhkan untuk memanipulasi fisik untuk memahami. Dalam mengajar anak ini, dia memberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan menjelaskan hal-hal yang kembali kepada Anda memungkinkan dia untuk mental memanipulasi informasi.


Formal Operasi: (masa remaja)
Tahap ini membawa kognisi untuk membentuk akhir. Orang ini tidak lagi memerlukan benda konkret untuk membuat penilaian rasional. Pada titik itu, ia mampu hipotetis dan penalaran deduktif. Pengajaran bagi remaja mungkin dalam kisaran yang luas karena dia akan mampu mempertimbangkan banyak kemungkinan dari berbagai perspektif.

 

Simak
Baca secara fonetik

Teori perkembangan kognitif

Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
*       Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
*       Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
*       Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
*       Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)

 

Periode sensorimotor

Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
  1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
  2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
  3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
  4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
  5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
  6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.

Tahapan praoperasional

Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.

Tahapan operasional konkrit

Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.

Tahapan operasional formal

Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.

Informasi umum mengenai tahapan-tahapan

Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
*       Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
*       Universal (tidak terkait budaya)
*       Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
*       Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis
*       Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
*       Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif

Proses perkembangan

Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan jenis burung yang baru ini.
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label "burung" adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak.
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label "burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung si anak.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.
Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya.

Isu dalam perkembangan kognitif

Isu utama dalam perkembangan kognitif serupa dengan isu perkembangan psikologi secara umum.

Tahapan perkembangan

*       Perbedaan kualitatif dan kuantitatif
Terdapat kontroversi terhadap pembagian tahapan perkembangan berdasarkan perbedaan kualitas atau kuantitas kognisi.
*       Kontinuitas dan diskontinuitas
Kontroversi ini membahas apakah pembagian tahapan perkembangan merupakan proses yang berkelanjutan atau proses terputus pada tiap tahapannya.
*       Homogenitas dari fungsi kognisi
Terdapat perbedaan kemampuan fungsi kognisi dari tiap individu

Natur dan nurtur

Kontroversi natur dan nurtur berasal dari perbedaan antara filsafat nativisme dan filsafat empirisme. Nativisme mempercayai bahwa pada kemampuan otak manusia sejak lahir telah dipersiapkan untuk tugas-tugas kognitif. Empirisme mempercayai bahwa kemampuan kognisi merupakan hasil dari pengalaman.

Stabilitas dan kelenturan dari kecerdasan

Secara relatif kecerdasan seorang anak tetap stabil pada suatu derajat kecerdasan, namun terdapat perbedaan kemampuan kecerdasan seorang anak pada usia 3 tahun dibandingkan dengan usia 15 tahun.

Sudut pandang lain

Pada saat ini terdapat beberapa pendekatan yang berbeda untuk menjelaskan perkembangan kognitif.
*       Teori perkembangan kognitif neurosains [2]
Kemajuan ilmu neurosains dan teknologi memungkinkan mengaitkan antara aktivitas otak dan perilaku. Biologis menjadi dasar dari pendekatan ini untuk menjelaskan perkembangan kognitif. Pendekatan ini memiliki tujuan untuk dapat mengantarai pertanyaan mengenai umat manusia yaitu
*        
1.    Apakah hubungan antara pemikiran dan tubuh, khususnya antara otak secara fisik dan mental proses
2.    Apakah filogeni atau ontogeni yang menjadi awal mula dari struktur biologis yang teratur
*       Teori Konstruksi pemikiran-sosial
Selain biologi, konteks sosial juga merupakan salah satu sudut pandang dari perkembangan kognitif. Perspektif ini menyatakan bahwa lingkungan sosial dan budaya akan memberikan pengaruh terbesar terhadap pembentukan kognisi dan pemikiran anak. Teori ini memiliki implikasi langsung pada dunia pendidikan. Teori Vygotsky menyatakan bahwa anak belajar secara aktif lebih baik daripada secara pasif. Tokoh-tokohnya diantaranya Lev Vygotsky, Albert Bandura, Michael Tomasello
*       Teori Theory of Mind (TOM)
Teori perkembangan kognitif ini percaya bahwa anak memiliki teori maupun skema mengenai dunianya yang menjadi dasar kognisinya. Tokoh dari ToM ini diantaranya adalah Andrew N. Meltzoff

[sunting] Referensi

*       Bjorklund, D.F. (2000) Children's Thinking: Developmental Function and individual differences. 3rd ed. Bellmont, CA : Wadsworth
*       Cole, M, et al. (2005). The Development of Children. New York: Worth Publishers.
*       Johnson, M.H. (2005). Developmental cognitive neuroscience. 2nd ed. Oxford : Blacwell publishing
*       Piaget, J. (1954). "The construction of reality in the child". New York: Basic Books.
*       Piaget, J. (1977). The Essential Piaget. ed by Howard E. Gruber and J. Jacques Voneche Gruber, New York: Basic Books.
*       Piaget, J. (1983). "Piaget's theory". In P. Mussen (ed). Handbook of Child Psychology. 4th edition. Vol. 1. New York: Wiley.
*       Piaget, J. (1995). Sociological Studies. London: Routledge.
*       Piaget, J. (2000). "Commentary on Vygotsky". New Ideas in Psychology, 18, 241–259.
*       Piaget, J. (2001). Studies in Reflecting Abstraction. Hove, UK: Psychology Press.
*       Seifer, Calvin "Educational Psychology"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar